Pentingnya Mengelola Kecerdasan Emosi dalam Kompetensi Komunikasi

Selain kecerdasan intelektual (IQ), praktisi komunikasi yang kompeten harus memiliki kecerdasan emosional (EQ). Sebab, kecerdasan emosi yang baik, akan menghasilkan output kerja yang baik pula.

Psikolog sekaligus penulis buku Emotional Intelligence Daniel Goleman telah mentransformasi cara dunia dalam mengedukasi anak-anak juga berelasi dengan keluarga dan teman.

Daniel mengajak orang tua tak hanya fokus pada IQ, namun juga mengasah EQ anak. Dalam bukunya, Daniel mengatakan bahwa EQ adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan mengelola emosi kita sendiri dengan cara positif. Cara ini berguna untuk menghilangkan stres, berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain, mengatasi tantangan, dan meredakan konflik.

Adapun edukasi sejak dini mengenai EQ ini akan berdampak pada perilaku bisnis sang anak di masa mendatang. Hal ini disampaikan oleh founder & Senior Adviser PR Society Communication Management Magdalena Wenas dalam webinar Communication Circle #3: Business Emotional Intelligence with Competence Communication, Kamis (30/3/2023). Emotional Intelligence (EI/EQ) meliputi kesadaran diri (self awareness), empati, motivasi, regulasi diri (self regulation), dan kemampuan sosial (social skills).

Dalam mengasah kecerdasan emosi sekaligus meningkatkan kompetensi komunikasi, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama adalah pengetahuan tentang emosi yang meliputi pengenalan dan identifikasi tentang emosi diri sendiri serta mengenal emosi orang lain. Kedua yakni regulasi emosi, seperti mengelola ekspresi, kata-kata, dan emosi yang bersifat intens.

Masih seputar meningkatkan kompetensi komunikasi, Magda membagikan beberapa tips. Pertama, mendengarkan lawan bicara secara aktif dan seksama. Kedua, mengomunikasikan ide dengan jelas. Ketiga, mengedukasi diri sendiri tentang ide maupun emosi lawan bicara. Terakhir, meminta umpan balik.

Membentuk Masyarakat Kritis

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Amin Shabana menyampaikan pendapatnya terkait pentingnya kecerdasan emosional publik pada lembaga penyiaran. Lembaga penyiaran memiliki tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial. Terkait hal tersebut, lembaga penyiaran juga harus memiliki kompetensi komunikasi sehingga dapat membangun bangsa ke arah yang lebih baik.

Sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, KPI telah menyediakan kanal-kanal untuk publik dalam memberikan kritik dan masukan. Sudah saatnya, KPI merangkul publik yang kritis demi keberlanjutan dunia penyiaran di Indonesia. “Ketika publik kritis, kecerdasan emosional mereka turut meningkat dalam menyeleksi konten siaran,” pungkasnya. (rvh)