Pentingnya Sertifikasi Praktisi Komunikasi

Badan Nasional Sertifikat Profesi (BNSP) telah melakukan asesmen kepada Lembaga Sertifikasi Profesi Manajemen Komunikasi (LSP Mankom) milik Magdalena Wenas untuk dapat menjadi LSP P3 di bidang komunikasi pertama di Indonesia.

JAKARTA, HUMASINDONESIA.ID – Apabila setelah perbaikan, pengajuan witness, lalu diterima oleh Badan Nasional Sertifikat Profesi (BNSP), maka LSP Mankom berhak mendapatkan sertifikat lisensi LSP P3. Kunjung Masehat, Ketua BNSP, menyambut baik. Dengan demikian LSP Mankom akan menjadi LSP P3 di bidang komunikasi pertama di Indonesia.

Ia tak memungkiri ketimbang profesi yang lain, LSP yang bergerak di bidang komunikasi, kehumasan atau public relations (PR) untuk lingkup umum atau nasional (LSP P3) masih perlu ditingkatkan. Selama ini lebih banyak sertifikasi untuk skema komunikasi atau kehumasan LSP P1.

Sekadar informasi, BNSP membagi lisensi sertikasi LSP ke dalam tiga tipe. Tipe ini bukan menunjukkan peringkat atau urutan. Ketiganya merupakan ekosistem. LSP P1 didirikan oleh oleh lembaga pelatihan dan pendidikan untuk peserta didik/pelatihannya. LSP P2 didirikan oleh . Sementara LSP P3 untuk umum/nasional.

Padahal, kata Kunjung kepada HUMAS INDONESIA via virtual, Selasa (2/2/2021), peran dan fungsi praktisi komunikasi ini makin dibutuhkan baik oleh pemerintah, lembaga, korporasi, maupun konsultan komunikasi manakala upaya mewujudkan komunikasi yang harmonis dengan publik makin menantang di era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity).

Boleh jadi, penyebabnya karena profesi ini tidak seperti yang lain. Ia identik sebagai profesi yang terbuka, siapapun yang menjadi praktisi komunikasi/PR tidak mesti berlatar pendidikan Ilmu Komunikasi atau PR. Kondisi ini menyebabkan pelaku dan pengguna jasa tidak terlalu menganggap penting keberadaan sertifikasi profesi, yang penting asalkan sudah berpengalaman.

Tingkatkan Daya Saing

Namun, kata Kunjung, ke depan hal ini tidak lagi berlaku. Era globalisasi membuat persaingan kian kompetitif. Kondisi itu mendorong dunia industri tidak lagi cukup melihat calon pemberi jasa hanya dari ijazah dan seberapa kaya pengalamannya. Lebih dari itu, yang bersangkutan harus mampu membuktikan kompetensinya kredibel dan akuntabel disertai bukti sertifikasi yang diakui oleh negara melalui pembelajaran, pelatihan, dan pengalaman kerjanya selama ini.

Menurut Kunjung, langkah ini sudah dilakukan di banyak perusahaan, utamanya perusahaan multinasional. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo mendorong percepatan sertifikasi tenaga kerja dengan menerbitkan Presiden memahami dampak sertifikasi akan sangat luar biasa bagi negara, termasuk meningkatkan daya tarik dan daya saing negeri ini di mata dunia.

Karena alasan itu pula, founder PR Society Magdalena Wenas memutuskan untuk fokus mengembangkan industri komunikasi di tanah air dengan mendirikan LSP Mankom. Harapannya, LSP Mankom dapat berkontribusi mewujudkan para pelaku yang terlibat di industri komunikasi untuk mampu bersaing, memiliki derajat pemahaman dan pengetahuan tentang komunikasi sesuai zamannya. Serta, mendorong mereka menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab, integritas dan sesuai etika.

Untuk mewujudkan komitmen itu, LSP Mankom yang telah mengantongi Standar Kompetensi Kerja Khusus (SK3) dari Kementerian Ketenagakerjaan RI ini akan memberikan pelatihan kepada mereka yang sudah tersertifikasi dan ingin mememperpanjang sertifikasinya. Sementara bagi mereka yang akan mengikuti sertifikasi LSP Mankom, dapat melakukan persiapan dengan mengikuti serangkaian pelatihan yang diselenggarakan oleh PR Society. (rtn)

Manajemen Komunikasi dalam CSR dan ESG

Dalam mengomunikasikan isu corporate social responsibility (CSR) dan environmental social, governance (ESG), praktisi komunikasi harus memahami manajemen komunikasi. Mengapa?

Dalam kurun lima tahun terakhir, aspek environmental social, governance (ESG) sudah populer di kalangan investor. Sementara di Indonesia, gaungnya baru mulai terdengar sejak 2021. Dikutip dari investor. id, 30 Maret 2021, indeks ESG Indonesia hanya menempati peringkat ke-36 dari 47 pasar modal di dunia.

Perlahan, tapi pasti, ESG mulai menjadi agenda utama organisasi. Menurut Miftah Faridl Widhagdha, pakar CSR dan ESG, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/2/2023), ESG menjadi penting karena berkaitan erat dengan komitmen perusahaan dalam menjaga keseimbangan dan keberlanjutan, baik dalam aspek lingkungan, sosial, maupun tata kelola.

Dalam konteks implementasi, Miftah melanjutkan, antara corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan dengan ESG memiliki kaitan erat. Meski tidak semua ESG adalah CSR, namun apabila perusahaan melaksanakan CSR yang sesuai dengan tata kelola yang baik, maka jalan menuju ESG semakin lebar.

Ketika korporasi sudah menaruh perhatian pada ESG, maka tidak ada alasan bagi praktisi komunikasi yang ada di dalam organisasi tersebut untuk tidak memahami makna dan konsep CSR dan ESG kepada seluruh stakeholder-nya. Tujuannya, agar masyarakat yang menjadi target audiens, lebih kritis terhadap barang dan jasa yang mereka konsumsi.

Namun, kata Miftah, upaya praktisi komunikasi mengomunikasikan isu CSR dan ESG tidak mudah karena sering kali dianggap tidak realistis. Terutama, oleh masyarakat yang pragmatis. Untuk menjawab tantangan ini, praktisi komunikasi harus menjadikan isu CSR dan ESG sebagai salah satu strategi penguatan citra organisasi yang efektif. “Publik berharap mendapatkan informasi terkait cerita-cerita baik dan inspiratif dari korporasi,” katanya. “Nah, pelaksanaan CSR dan ESG sangat relevan dengan kebutuhan publik terhadap informasi tersebut,” imbuhnya.

Informasi mengenai proses dan capaian CSR dan ESG yang dilakukan oleh korporasi ini selanjutnya dikomunikasikan secara berkala di berbagai kanal komunikasi, seperti media sosial dan media massa yang relevan. Di samping itu, korporasi juga harus mengomunikasikan isu tersebut secara langsung, baik melalui diskusi atau forum. “Kuncinya adalah merancang dan mengomunikasikan pesan CSR dan ESG secara tepat dan relevan kepada stakeholder,” katanya.

Perdalam Kompetensi

Dalam mengomunikasikan kedua isu ini, praktisi komunikasi perlu menambah pengalaman dan jam terbang. Salah satunya, lebih banyak berinteraksi dengan isu-isu yang berkaitan dengan aspek sosial dan lingkungan. Praktisi komunikasi juga harus mengetahui berbagai perkembangan dan informasi terkini, memiliki pemikiran yang terbuka terhadap berbagai perubahan, dan berpikir kritis. Di satu sisi, praktisi komunikasi juga harus memahami audiens sasarannya. Sebab, setiap audiens memiliki tingkat penerimaan yang berbeda terhadap kedua isu ini. Apalagi rentang audiens dalam isu ini sangat luas, mulai dari investor, top management, hingga masyarakat sekitar operasional organisasi. Dengan memahami audiens, kata pria yang aktif mengajar di Universitas Sebelas Maret ini, praktisi komunikasi dapat merancang strategi komunikasi yang tepat.

Menurut Miftah, sertifikasi manajemen komunikasi juga menjadi salah satu aspek penting yang harus dimiliki oleh praktisi komunikasi. Apalagi belum banyak praktisi komunikasi yang menguasai manajemen komunikasi di kedua bidang ini. Dengan adanya sertifikasi, praktisi komunikasi dapat menyampaikan isu CSR dan ESG secara lebih mendalam, berdampak, dan relevan bagi masyarakat. “Sertifikasi Manajemen Komunikasi ini dapat menjadi bagian penapisan awal bagi organisasi yang mencari talenta di bidang komunikasi yang kompeten,” pungkasnya. (rvh)

Manajemen Komunikasi: Memimpin dengan Efektif melalui Komunikasi yang Kuat

Dalam dunia yang semakin terhubung dan kompleks ini, manajemen komunikasi telah menjadi keterampilan krusial yang dibutuhkan dalam setiap organisasi. Manajemen Komunikasi bukan hanya tentang mengirim pesan, tetapi juga tentang membangun hubungan yang kuat, mempengaruhi persepsi, dan memastikan informasi yang tepat dikomunikasikan kepada semua pemangku kepentingan.

Manajer Komunikasi adalah ujung tombak dalam mengelola dan mengarahkan aliran informasi organisasi. Mereka bertanggung jawab untuk menciptakan dan memelihara budaya komunikasi yang efektif, baik secara internal maupun eksternal. Dalam peran mereka, mereka berperan penting dalam memastikan visi, misi, dan nilai-nilai organisasi terkomunikasikan dengan jelas dan konsisten.

Salah satu aspek kunci dalam manajemen komunikasi adalah kemampuan untuk menyampaikan pesan dengan cara yang tepat dan relevan. Manajer Komunikasi harus mampu memahami audiens mereka, memilih saluran komunikasi yang paling efektif, dan menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat. Dengan memadukan keahlian komunikasi verbal, tulisan, dan non-verbal, mereka dapat mencapai keterbukaan, pemahaman, dan keterlibatan yang lebih baik.

Selain itu, manajer komunikasi juga memiliki peran penting dalam mengelola komunikasi dalam situasi krisis. Mereka harus siap menghadapi tantangan yang tak terduga dan merespons dengan cepat dan tepat. Dalam situasi-situasi seperti itu, manajer komunikasi bertindak sebagai juru bicara dan pemimpin yang dapat memberikan arahan yang jelas kepada semua pemangku kepentingan, mengurangi ketidakpastian, dan menjaga reputasi organisasi.

Tidak hanya terbatas pada komunikasi tradisional, manajer komunikasi juga harus beradaptasi dengan perubahan teknologi dan tren digital. Mereka perlu memahami media sosial, platform digital, dan alat komunikasi baru yang muncul untuk memperluas jangkauan dan memperkuat kehadiran organisasi secara online. Dengan menguasai teknologi komunikasi terkini, mereka dapat menciptakan strategi komunikasi yang inovatif dan menghadapi tantangan yang disajikan oleh era digital.

Keahlian dalam manajemen komunikasi dapat membawa dampak positif yang signifikan pada organisasi. Komunikasi yang efektif membantu membangun hubungan yang kuat dengan karyawan, pelanggan, mitra bisnis, dan masyarakat luas. Ini menciptakan kepercayaan, meningkatkan loyalitas, dan memperkuat citra merek organisasi. Selain itu, manajer komunikasi yang terampil juga dapat membantu meningkatkan efisiensi operasional, mengurangi konflik, dan memfasilitasi kolaborasi yang sukses di antara anggota tim.

Dalam dunia yang terus berkembang dan berubah dengan cepat, manajemen komunikasi menjadi semakin penting dalam menghadapi tantangan yang kompleks. Organisasi yang efektif dalam mengelola komunikasi memiliki keunggulan kompetitif dalam membangun hubungan yang kuat, mengatasi konflik, menghasilkan inovasi, dan mencapai tujuan mereka.

Manajer Komunikasi yang berkualitas memiliki beragam peran dan tanggung jawab. Mereka adalah pemimpin dalam merancang dan melaksanakan strategi komunikasi yang menyeluruh. Mereka menganalisis kebutuhan komunikasi organisasi, mengembangkan pesan yang konsisten, dan mengelola saluran komunikasi yang efektif. Dengan membangun hubungan yang baik dengan media, anggota tim, dan pemangku kepentingan eksternal, mereka menjaga arus informasi yang lancar dan memastikan bahwa pesan organisasi sampai ke target yang tepat.

Selain itu, manajer komunikasi juga memiliki peran sebagai penasihat strategis bagi pimpinan organisasi. Mereka memberikan wawasan komunikasi yang berharga dalam pengambilan keputusan, membantu dalam mengelola reputasi organisasi, dan merespons isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan publik. Dengan pemahaman yang mendalam tentang tren industri dan persepsi masyarakat, mereka berkontribusi pada pengembangan strategi bisnis yang sukses.

Manajemen komunikasi yang efektif melibatkan kemampuan mendengarkan yang baik. Manajer Komunikasi harus mampu memahami kebutuhan dan perspektif berbagai pemangku kepentingan, termasuk karyawan, pelanggan, dan masyarakat umum. Dengan membangun komunikasi dua arah yang terbuka, mereka menciptakan lingkungan yang memungkinkan umpan balik konstruktif, kolaborasi, dan inovasi.

Seiring dengan peran utama dalam mengelola komunikasi organisasi, manajer komunikasi juga berperan sebagai fasilitator pengembangan keterampilan komunikasi di seluruh organisasi. Mereka menyediakan pelatihan dan bimbingan kepada anggota tim untuk meningkatkan kemampuan komunikasi mereka. Dengan memperkuat keterampilan komunikasi dalam organisasi, mereka menciptakan budaya di mana komunikasi efektif menjadi kebiasaan.

Dalam era digital dan global saat ini, manajemen komunikasi juga melibatkan pengelolaan reputasi online dan menghadapi tantangan dalam lingkungan yang terus berubah. Manajer Komunikasi harus mampu menghadapi krisis secara proaktif, mengelola media sosial, dan merespons tren digital dengan bijak. Mereka memanfaatkan teknologi komunikasi yang canggih untuk memperluas jangkauan dan memengaruhi audiens yang lebih luas.

Dalam rangka mencapai kesuksesan dan pertumbuhan yang berkelanjutan, organisasi tidak dapat mengabaikan pentingnya manajemen komunikasi yang efektif.

Manajer Komunikasi yang terampil dan berpengetahuan luas adalah aset berharga yang membantu organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan, membangun hubungan yang kuat, dan mengelola reputasi mereka dengan baik. Mereka membantu memastikan bahwa pesan organisasi terhubung secara konsisten dengan nilai-nilai inti, tujuan, dan strategi bisnis.

Manajemen komunikasi yang efektif juga membawa manfaat langsung bagi karyawan. Komunikasi yang jelas dan terbuka menciptakan lingkungan kerja yang positif, meningkatkan keterlibatan, dan memperkuat kepercayaan di antara anggota tim. Manajer Komunikasi berperan sebagai pendukung dan penghubung antara manajemen dan karyawan, menjembatani kesenjangan komunikasi dan memastikan bahwa pesan-pesan penting disampaikan dengan baik.

Selain itu, manajer komunikasi juga berperan dalam membangun citra merek dan hubungan yang kuat dengan pelanggan. Mereka mengembangkan strategi komunikasi yang efektif untuk mempromosikan produk atau layanan, meningkatkan kesadaran merek, dan membangun loyalitas pelanggan. Dengan menggunakan media sosial, konten kreatif, dan kampanye komunikasi yang terencana, mereka membantu organisasi membedakan diri dari pesaing dan memenangkan hati pelanggan.

Manajemen komunikasi juga memainkan peran penting dalam konteks hubungan publik dan pemangku kepentingan. Manajer Komunikasi menjalin hubungan yang baik dengan media, pemerintah, masyarakat, dan mitra bisnis. Mereka berfungsi sebagai juru bicara organisasi, menyampaikan informasi yang akurat dan relevan kepada publik, dan menjaga hubungan yang saling menguntungkan.

Dalam era informasi yang terus berkembang dengan kecepatan tinggi, manajemen komunikasi tidak bisa diabaikan. Organisasi yang mampu mengelola komunikasi dengan baik memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan. Manajer Komunikasi yang terampil, kreatif, dan inovatif memainkan peran penting dalam membentuk budaya komunikasi yang sukses dan mempengaruhi kesuksesan keseluruhan organisasi.

Dalam kesimpulannya, manajemen komunikasi merupakan elemen penting dalam kesuksesan organisasi. Dengan mengelola komunikasi secara efektif, manajer komunikasi membantu menciptakan hubungan yang kuat, meningkatkan keterlibatan karyawan, membangun citra merek yang positif, dan menghadapi tantangan komunikasi yang kompleks. Dalam dunia yang terus berubah dan kompetitif, manajemen komunikasi yang baik menjadi kunci untuk mencapai keberhasilan jangka panjang.

PR INDONESIA Wujudkan Indonesia Kompeten Lewat Sertifikasi

Kabar gembira datang dari tiga staf PR INDONESIA yang telah lulus uji kompetensi Manajemen Komunikasi. Hal ini membuktikan komitmen PR INDONESIA dalam mewujudkan SDM kompeten di bidang manajemen komunikasi.

Setelah mengikuti pelatihan dan konsultasi, tibalah saatnya ketiga staf PR INDONESIA mengikuti uji kompetensi Manajemen Komunikasi. Mereka adalah Redaktur PR INDONESIA Ratna Kartika, Reporter PR INDONESIA Rizka Vardya, dan Corporate Communications PR INDONESIA Friza Marrianty. Bertempat di kantor LSP Manajemen Komunikasi di Tangerang Selatan, Sabtu (8/10/2022), ketiga staf PR INDONESIA diuji kemahirannya dalam mengelola komunikasi oleh dua asesor. Adapun dua asesor tersebut adalah Manajer Mutu LSP ManKom Marni Jayanti dan Ketua Dewan Pengarah LSP ManKom Inadia Aristyavani.

Para peserta uji kompetensi selanjutnya melakukan sesi wawancara dengan para asesor. Pada tahap ini, peserta juga mempresentasikan tentang kompetensinya dengan melampirkan bukti-bukti kompetensi.

Saat pengumuman pun tiba. Hasilnya, ketiga peserta lulus uji kompetensi dan akan memperoleh gelar Certified Public Relations dan Certified in Communication Management Professional (CCMP).

Pendiri PR Society Magdalena Wenas yang turut hadir dalam uji kompetensi tersebut turut senang dan bangga. “Adanya sertifikasi ini membuktikan bahwa uji kompetensi di bidang pengelolaan komunikasi bisa diikuti oleh lintas profesi, bukan hanya public relations (PR) saja,” ujarnya. Hal ini mengingat Ratna dan Rizka bukan dari kalangan PR melainkan jurnalis.

Perempuan yang akrab disapa Magda ini berpesan agar peserta jangan puas dengan pencapaian mereka. “Yang terpenting adalah pengembangan diri dalam mengakses, membagikan ilmu pengetahuan, dan mencerdaskan sesama di bidang komunikasi,” kata lulusan Magister Komunikasi Erasmus University Rotterdam ini.

Open System

Magda berharap pemegang sertifikasi kompetensi manajemen komunikasi dapat menyesuaikan paradigma di bidang komunikasi terus berkembang. Salah satunya, peralihan paradigma dari old closed system ke new open system. Jika dulu komunikasi dipandang sebagai sistem tertutup, kini dengan adanya media digital, komunikasi menjadi semakin terbuka.

Magda mengatakan old closed system melihat komunikasi sebagai hal yang transaksional. “Penyampaian pesan satu arah dan statis,” ujarnya. Sekarang komunikasi bertujuan untuk membangun hubungan (relationship) yang mengedepankan percakapan, komunikasi yang

dinamis, dan kompleks. Adapun, kini audiens tak lagi sekadar melihat kampanye namun komitmen seseorang maupun organisasi.

Untuk itu, Magda mengatakan kompetensi tak hanya ditunjukkan lewat perkataan. Praktisi komunikasi harus mampu menunjukkan komitmen lewat perbuatan. “Dengan begitu, komunikator dapat membangun ikatan dengan audiensnya,” pungkasnya. (rvh)

Pentingnya Pemahaman Manajemen Komunikasi dalam CSR dan ESG

Dalam mengomunikasikan isu corporate social responsibility (CSR) dan environmental social governance (ESG), praktisi komunikasi harus memahami manajemen komunikasi. Hal ini supaya program dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat.

Lima tahun terakhir, isu ESG mulai populer di tingkat internasional hingga nasional. Tak hanya hanya sebagai pekerjaan rumah, ESG juga sebagai agenda utama organisasi. Sebab, ESG berkaitan erat dengan komitmen perusahaan dalam menjaga keseimbangan dan keberlanjutan. Sehingga menjadi penting untuk memastikan perusahaan menerapkan prinsip-prinsip yang ada pada ESG, baik itu lingkungan, sosial, dan tata kelola.

Memang, CSR lebih dulu populer dibanding ESG. Namun, bagi organisasi, dalam konteks implementasi, ESG dan CSR memiliki kaitan erat. Meskipun tidak semua ESG adalah CSR, namun dengan melaksanakan CSR yang sesuai dengan tata kelola yang baik, maka jalan menuju ESG sudah semakin lebar.

Meskipun sudah mulai masuk ke ranah nasional, secara umum belum banyak masyarakat atau bahkan organisasi yang menaruh perhatiannya terhadap isu ini. Maka tantangannya adalah memperkenalkan konsep CSR dan ESG ini kepada masyarakat agar masyarakat lebih kritis terhadap barang dan jasa yang mereka konsumsi. Hal ini sulit, sebab biasanya upaya mengomunikasikan isu CSR dan ESG ini dianggap tidak realistis oleh sebagian masyarakat yang pragmatis. Sehingga isu-isu CSR dan ESG kerap dipandang sebelah mata.

Untuk menjawab tantangan ini, komunikasi CSR dan ESG harus dioptimalkan sebagai salah satu strategi penguatan citra organisasi yang efektif. Publik berharap mendapatkan informasi terkait cerita-cerita baik dan inspiratif. “Nah, pelaksanaan CSR dan ESG sangat relevan dengan kebutuhan publik terhadap informasi tersebut,” kata pakar CSR dan ESG Miftah Faridl Widhagdha dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/2/2023). Maka organisasi harus mengomunikasikan proses dan capaian dari CSR maupun ESG ini melalui berbagai kanal media yang banyak digunakan oleh masyarakat, seperti media sosial dan komunikasi massa yang relevan. Di samping itu, organisasi harus mengomunikasikan isu ini secara langsung, baik melalui diskusi atau forum yang bisa dilakukan kepada stakeholders internal dan eksternal. Kuncinya adalah merancang dan mengomunikasikan pesan CSR dan ESG secara tepat dan relevan dengan publiknya.

Perdalam Kompetensi

Dalam mengomunikasikan kedua isu ini, praktisi komunikasi perlu menambah pengalaman dan jam terbang. Praktisi komunikasi harus lebih banyak berinteraksi dengan aspek sosial dan lingkungan, sehingga dapat merespon lewat program CSR dan ESG yang relevan dengan

kebutuhan sosial dan lingkungan. Untuk itu, praktisi komunikasi perlu terbuka terhadap perubahan, tetap berpikir kritis, dan selalu up to date.

Di samping itu, praktisi komunikasi harus memahami target audiens karena tiap audiens memiliki tingkat penerimaan yang berbeda terhadap kedua isu ini. “Rentang audiens dalam isu ini sangat luas, mulai dari investor, top management, hingga masyarakat sekitar operasional organisasi,” ujar pria yang juga aktif mengajar di Universitas Sebelas Maret ini. Dengan memahami audiens, praktisi komunikasi dapat merancang strategi komunikasi yang tepat.

Miftah menambahkan, sertifikasi manajemen komunikasi juga penting untuk menstandarisasi praktisi komunikasi terkhusus di bidang CSR dan ESG. Sebab, masih belum banyak praktisi komunikasi yang menguasai manajemen komunikasi di kedua bidang ini. Dengan adanya sertifikasi, praktisi komunikasi dapat menyampaikan isu CSR dan ESG yang mendalam, berdampak, dan relevan bagi masyarakat. “Bagi perusahaan atau organisasi yang mencari talenta terbaik, sertifikasi Manajemen Komunikasi ini juga penting sebagai bagian dari screening, sehingga perusahaan mendapatkan praktisi komunikasi yang kompeten,” pungkasnya. (rvh)

Tangguh Hadapi “Tech Winter”

Setahun terakhir istilah tech winter sedang populer disebutkan oleh media-media di Indonesia. Istilah ini merujuk pada musim dimana perusahaan-perusahaan berbasis teknologi sedang mengalami situasi ekonomi yang sulit. Ini akibat dari merosotnya aliran pendanaan untuk perusahaan teknologi, sehingga berdampak pada cashflow.

Beberapa perusahaan teknologi di Indonesia tengah melakukan penyesuaian dengan situasi ini. “Setidaknya ada beberapa cara, diantaranya PHK massal dan re-strategi ke arah bisnis dan operasional yang lebih efisien,” ujar Ricky Iskandar, Corporate Communications Lead Forest Interactive Indonesia.

Bagi profesional komunikasi di bidang teknologi tentu ini tantangan besar. Lalu bagaimana tech communicator beradaptasi dengan situasi ini? Beberapa kuncinya adalah agility, upskilling, dan competent.

Pertama, agility. Di beberapa perusahaan, tech communicator tidak lagi fokus pada strategi komunikasi untuk reputasi korporasi. Mereka juga harus turut mengambil bagian di strategi bisnis, marketing, operasional, bahkan employer branding. “Growth mindset diperlukan di situasi ini, terlebih untuk menyelami dan mengimplementasikan strategi baru yang tidak hanya soal reputasi, namun juga keberlanjutan ekonomi perusahaan,” kata pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PR Society ini.

Kedua, upskilling. Dalam hal ini tidak hanya skill komunikasi bisnis, namun juga diperlukan skill diluar komunikasi yang terukur dan sesuai dengan proses bisnis perusahaan yang bersangkutan.

Terakhir adalah kompetensi. Kompetensi merupakan gabungan dari enam hal. Pertama, pengetahuan yakni informasi yang diperoleh dalam bidang tertentu. Kedua, keahlian yakni mendemonstrasikan kemampuan yang dipelajari. Ketiga, peran sosial yakni sikap dan nilai yang diproyeksikan kepada orang lain (outer-self). Keempat, citra diri yakni rasa identitas dan nilai seseorang (inner-self). Kelima, sifat yakni cara tertentu dalam bersikap. Terakhir, motif yaitu hal-hal yang mendorong seseorang dalam memperoleh prestasi, kekuasaan, pengaruh, dan afiliasi

Untuk itu, penting bagi komunikator, khususnya tech communicator mengikuti sertifikasi kompetensi. Dengan mengikuti sertifikasi kompetensi, tech communicator tidak saja dapat menambah kepercayaan diri, meningkatkan jenjang karier, menambah pengalaman, dan wawasan. Lebih dari itu, dapat menambah rekan, membangun jejaring sosial, dan mempertanggungjawabkan kemampuan juga kompetensinya. “Sertifikasi dapat membuktikan ketangkasan dan keahlian komunikasi bisnis,” ujar Ricky. (rvh)

Pentingnya Mengelola Kecerdasan Emosi dalam Kompetensi Komunikasi

Selain kecerdasan intelektual (IQ), praktisi komunikasi yang kompeten harus memiliki kecerdasan emosional (EQ). Sebab, kecerdasan emosi yang baik, akan menghasilkan output kerja yang baik pula.

Psikolog sekaligus penulis buku Emotional Intelligence Daniel Goleman telah mentransformasi cara dunia dalam mengedukasi anak-anak juga berelasi dengan keluarga dan teman.

Daniel mengajak orang tua tak hanya fokus pada IQ, namun juga mengasah EQ anak. Dalam bukunya, Daniel mengatakan bahwa EQ adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan mengelola emosi kita sendiri dengan cara positif. Cara ini berguna untuk menghilangkan stres, berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain, mengatasi tantangan, dan meredakan konflik.

Adapun edukasi sejak dini mengenai EQ ini akan berdampak pada perilaku bisnis sang anak di masa mendatang. Hal ini disampaikan oleh founder & Senior Adviser PR Society Communication Management Magdalena Wenas dalam webinar Communication Circle #3: Business Emotional Intelligence with Competence Communication, Kamis (30/3/2023). Emotional Intelligence (EI/EQ) meliputi kesadaran diri (self awareness), empati, motivasi, regulasi diri (self regulation), dan kemampuan sosial (social skills).

Dalam mengasah kecerdasan emosi sekaligus meningkatkan kompetensi komunikasi, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama adalah pengetahuan tentang emosi yang meliputi pengenalan dan identifikasi tentang emosi diri sendiri serta mengenal emosi orang lain. Kedua yakni regulasi emosi, seperti mengelola ekspresi, kata-kata, dan emosi yang bersifat intens.

Masih seputar meningkatkan kompetensi komunikasi, Magda membagikan beberapa tips. Pertama, mendengarkan lawan bicara secara aktif dan seksama. Kedua, mengomunikasikan ide dengan jelas. Ketiga, mengedukasi diri sendiri tentang ide maupun emosi lawan bicara. Terakhir, meminta umpan balik.

Membentuk Masyarakat Kritis

Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Amin Shabana menyampaikan pendapatnya terkait pentingnya kecerdasan emosional publik pada lembaga penyiaran. Lembaga penyiaran memiliki tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial. Terkait hal tersebut, lembaga penyiaran juga harus memiliki kompetensi komunikasi sehingga dapat membangun bangsa ke arah yang lebih baik.

Sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, KPI telah menyediakan kanal-kanal untuk publik dalam memberikan kritik dan masukan. Sudah saatnya, KPI merangkul publik yang kritis demi keberlanjutan dunia penyiaran di Indonesia. “Ketika publik kritis, kecerdasan emosional mereka turut meningkat dalam menyeleksi konten siaran,” pungkasnya. (rvh)

LSP Mankom Resmi Berlisensi BNSP

Senin, 5 April 2021, menjadi hari bersejarah bagi dunia komunikasi di tanah air. Tepat pada hari itu, LSP Manajemen Komunikasi yang dinakhodai oleh Magdalena Wenas selaku founder ini menjadi LSP P3 Mankom pertama yang berlisensi BNSP.

Perjalanan LSP Mankom meraih lisensi ini memang terasa panjang. Sebab, awalnya mereka mengajukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) P1 untuk PR Society. Setelah mendapat arahan dan pertimbangan dari berbagai pihak, termasuk BNSP, mereka pun mengganti haluan untuk meraih LSP P3 Manajemen Komunikasi. Menurut Magdalena Wenas yang merupakan founder PR Society Indonesia, langkah itu diambil tak lain bertujuan agar dapat memberikan kontribusi yang lebih luas bagi dunia komunikasi.

Ya, seperti yang pernah disampaikan oleh Ketua BNSP Kunjung Masehat, ada tiga tipe lisensi sertifikasi LSP. Tipe ini bukan menunjukkan peringkat atau urutan melainkan sebuah ekosistem. LSP P1 didirikan oleh oleh lembaga pelatihan dan pendidikan untuk peserta didik/pelatihannya. LSP P2 oleh departemen/korporasi untuk kalangan internal mereka. Sementara LSP P3 dibentuk oleh asosiasi industri atau asosiasi profesi untuk umum/nasional.

Setelah mengantongi Nomor Lisensi: BNS LSP-1926-ID, selanjutnya LSP Mankom yang berbasis Standar Kompetensi Kerja Khusus (SK3) dari Kementerian Ketenagarkerjaan RI dengan No KEP. 69/LATTAS/III/2018 itu pun dapat fokus mengejar mimpinya untuk mewujudkan para pelaku yang terlibat di industri komunikasi yang mampu bersaing, memiliki derajat pemahaman dan pengetahuan tentang komunikasi sesuai zamannya. Serta, mendorong mereka menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab, berintegritas dan sesuai etika. Sejalan dengan visi LSP Mankom, kompeten beretika.

Apalagi selama ini ada anggapan yang keliru tentang peran dan fungsi praktisi komunikasi. Profesi yang kerap diisi oleh mereka yang bukan berlatar pendidikan public relations atau Ilmu Komunikasi ini menyebabkan pelaku dan pengguna jasa tidak terlalu menganggap penting keberadaan sertifikasi profesi. Asalkan, memiliki jam terbang tinggi. Padahal, kondisi ini tak lagi relevan di era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity). Faktor ini pula yang melatarbelakangi Presiden RI Joko Widodo menerbitkan PP 83/2019 yang mengatur kewajiban penyedia jasa untuk memiliki dan mempekerjakan tenaga teknis yang kompeten, termasuk jasa komunikasi, yang dibuktikan lewat sertifikat kompetensi.

Indonesia Kompeten

Namun, Magdalena menggarisbawahi, kompetensi itu bukan saja soal skills, knowledge, dan pengalaman. Lebih dari itu, merupakan kesatuan kompetensi yang meliputi sikap, karakter, etika, dan pengembangan diri atau personal development. Di sisi lain, sertifikasi kompetensi juga bukan sekadar secarik kertas sementara pengetahuan dan kepribadiannya tidak dikembangkan. “Competence is a mindset to strive for excellence. Jika semua itu sudah terpenuhi, baru kemudian kita bisa bicara #IndonesiaKompeten,” ujar peraih gelar Master in Corporate Communication Universitas Erasmus, Rotterdam, Belanda ini.

Untuk mencapai objektif itu, LSP Mankom merancang Skema Manajer Komunikasi dengan delapan unit yang harus dipenuhi para peserta ketika akan mengikuti uji kompetensi LSP P3 Mankom. Terdiri dari, pertama, menjaga kualitas manajemen komunikasi dan reputasi korporasi. Kedua, mengidentifikasi faktor kegagalan manajemen komunikasi internal. Ketiga, mengelola manajemen komunikasi dengan penyesuaian budaya cross culture communication.

Keempat, menerapkan green PR sebagai tanggung jawab sosial korporasi yang beretika. Kelima, menjalankan sistem manajemen audit sesuai dengan strategi situasional korporasi. Keenam, menentukan kategori risiko dengan memperhatikan dampak kemungkinan krisis dan pengaruh yang dapat ditimbulkannya. Ketujuh, melakukan penanganan konflik dan krisis bisnis. Dan, terakhir, menjalankan program bisnis dalam rangka menjaga keberlanjutannya, atau business continuity management (BCM). (rtn)